Beberapa bulan kemudian Bos bilang, "Jadi, saya mau kamu tambah pengalaman kalau bisa multitasking, hingga nantinya banyak ilmu yang kamu dapat". Ya karena pegawai baru, nurut aja. Tapi setelah dijalani rasanya otak ini hampir pecah dan leher terasa tercekik. Harus ngurus ini, harus ngurus itu, isi daily report tiap hari, buat laporan sendiri, survey lapangan sendiri, pokoknya serba sendirian, sedangkan teman satu kantor juga sibuk mengurusi project mereka masing-masing yang macam-macamnya juga luar biasa banyak.
Hingga terasakan dan membuat skill utama saya sebagai SEO Specialist menjadi hilang secara perlahan dimakan project-project serabutan. Lha bagaimana tidak hilang secara perlahan? Karena harus mengurus project di luar SEO yang ternyata memakan waktu lebih banyak, hingga waktu mempelajari algoritma Google baru saja sampai telat melulu.
Akibat kerja serabutan pula, hari libur menjadi mitos. Dimana hari libur pun juga tetap lembur agar project A, B, C, sampai Z segera selesai. Ya nasib, akhirnya libur hanya buat tidur demi badan tetap fit. Ditambah hidup di luar kota yang jauh dengan keluarga, sabtu minggu ingin pulang kampung jadinya hanya angan-angan belaka.
Saya pun juga telah menyadari bahwa kesehatan saya mulai menurun akibat digenjot untuk multitasking. Mau periksa ke dokter saja waktunya dimakan habis untuk mengurus project serabutan. Kesehatan yang menurun bukan berarti saya jadi sering sakit-sakitan atau badan panas, bukan, bukan itu! Saya merasa bahwa kadar kefokusan dalam diri saya mulai memudar, bahkan saat diajak ngobrol, lawan bicara saya ngomong kalau saya kadang bicara tidak nyambung. Bahkan ketika chat WA dengan customer, terkadang melewatkan beberapa detail chat hingga membuat miss komunikasi.
Sering nggak enak dan merasa tidak nyaman ketika teman kantor jadi mengurusi project saya, akibat kurang fokus yang saya derita. Padahal mereka juga punya kesibukan masing-masing yang harus segera dibereskan. Walau saya akui teman kantor orangnya baik-baik, tapi lama-kelamaan saya merasa malah jadi beban buat mereka.
Sadar bahwa si Bos bisa tiap hari meeting dengan klien bahkan hingga ke luar kota untuk mendapatkan sebuah project baru, tapi tunggu dulu! Semakin banyak project baru, semakin menderita pula pegawainya. Karena jika project telah didapat, nantinya yang eksekusi ke lapangan adalah pegawainya. Dimana project yang sedang berjalan belum selesai, sudah dicekoki project baru. Telat follow up ke klien dan Bos tau, pegawai kena semprot. Padahal project yang dikerjakan para pegawai sudah buanyakkk, tapi dasarnya mata duitan jadi si Bos melupakan peri kemanusiaan.
Gaji jadi SEO specialist pun masih di bawah UMR, karena baru kerja juga. Tapi kalau sudah multitasking begini, harusnya bisa UMR atau berkali-kali lipat, karena memang serba kerja sendiri saat dapat project serabutan yang buanyak macamnya. Namun, dasarnya saya "uang bukan segalanya", jadi yang penting saya fokus ke SEO dan lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan per bulan di batas UMR pun tidak masalah.
Fokus saya ke SEO, dan untuk multitasking atau serabutan sepertinya sudah agak berat. Ya, satu dua pekerjaan di luar kerjaan SEO mungkin tidak masalah, misalnya: ngepel atau nyapu ruang kerja, tapi jika kerjaan serabutan itu malah lebih berat angka persentasenya dari SEO, ya wassalam. Saya tidak akan perpanjang kontrak atau akan memilih keluar. Dikiranya SEO itu ilmu pasti, padahal perlu waktu dan tenaga untuk mempelajarinya, apalagi algoritma mesin pencari bisa setiap waktu berubah tanpa adanya konfirmasi.
Bukannya mau sombong, hanya saja jika tidak ada saya yang bekerja sebagai SEO specialist maka perusahaan si Bos tidak akan maju seperti sekarang, dimana orderan online mulai masuk satu per satu yang bersumber dari website setelah saya yang urus dan memang asalnya website juga baru. Tapi, jika saya masih multitasking rasa-rasanya ingin cepat out.
Bukan berarti mental saya mental "tempe" (lemah), tapi saya sadar bahwa jika ini diteruskan bisa tiba-tiba kena gangguan jiwa. Lha sekarang, sadar dengan kadar kefokusan sudah mulai melemah, bagaimana kedepannya? Saya juga punya keluarga yang perlu tatap muka, bukan hanya by phone dan skipe. Kedua orang tua juga masih lengkap, rindu bertemu mereka setiap hari saya rasakan, dan saya lahir juga bukan by phone dan skipe.
Saya butuh libur yang benar-benar nyata, libur ya libur kerja, harus jalan-jalan dengan keluarga atau teman. Bukannya disuruh lembur. Sibuk kerja bagai kuda, hingga lupa orang tua, oh nasib jadi pegawai yang dipaksa multitasking.
Open Disqus Close Disqus